SORBAN SANTRI- Sejak masih
remaja, nama Gus Dur mulai akrab. Namun, pengetahuan Shuniyya hanya
sebatas bahwa Gus Dur adalah cucu Hadlrotusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari,
pendiri NU. Dan saat itu dikenal sebagai orang yang kritis berani
melawan pemerintahan Orde Baru yang dikenal otoriter. Akibatnya, banyak
berita miring tentang figur Gus Dur.
Sering sekali Shuniyya dibuat kebingungan bagaimana bisa
perilaku seorang Gus, keturunan darah biru “premium edition” pesantren
bisa aneh dan nyleneh. Tidak pernah ada contoh seperti itu sebelumnya.
Namun, Shuniyya hanya bisa diam saja. Hingga akhirnya beliau KH
Abdurrahman Wahid menjadi Presiden Indonesia.
Sebagai Presiden, tentu saja menjadi sorotan publik.
Segala perilaku, gerak, apalagi statemen beliau selalu saja bisa kita
ikuti dimana-mana. Melihat hal ini, lama-lama Shuniyya merasa tidak
nyaman. Akhirnya, bertanya kepada guru Shuniyya, Simbah Kyai Iskandar
Jogja almarhum (wafat tahun 2007).
“Mbah, Gus Dur itu kan Kyai, tapi kok perilakunya seperti itu ya, aneh tur nganeh-anehi,”
Mbah Yai Is tersenyum. Beliau menjawab, “Aslinya, Gus
Dur itu tidak aneh. Kita saja yang tidak nutut ilmunya, sehingga
memandang beliau aneh…. Seandainya orang seperti simbah ini ada seribu,
diikat dikumpulkan jadi satu, ilmunya tidak ada sekuku hitamnya Gus Dur…
Gus Dur iku alim-alime wong paling alim jaman iki,”
Shuniyya kaget setengah mati mendengar jawaban ini. Rasa
malu dan kagum bercampur jadi satu. Penasaran juga, dan entah kenapa,
menjadi sebuah kerinduan untuk bisa langsung bermuwajahah dengan Gus
Dur. Saat itu juga, Shuniyya mohon doa dan restu dari Mbah Yai supaya
bisa bertemu dengan Gus Dur dan belajar dari beliau.
Doa Mbah Yai Is dikabulkan Gusti Allah. Tahun 2001
beberapa bulan setelah beliau tidak menjadi Presiden, pada suatu acara
di Jogja, Shuniyya berhasil ketemu Gus Dur. Subhanallah… Tidak ada kata
yang bisa melukiskan kebahagiaan waktu itu. bertemu dengan
sealim-alimnya manusia paling alim di jaman ini.
Pertemuan dengan Gus Dur menjadi lebih instensif setelah
Shuniyya hijrah ke Jakarta pada bulan Mei 2005 hingga berangkatnya
beliau ke rofiqul a’la pada 30 Desember 2009.
Walau sekejap pertemuan itu, namun tali rasa yang
dijalin, sebagai guru, orangtua,kekasih, pecinta Gus Dur tidak akan
pudar dan cerita ini akan Shuniyya turunkan kepada anak cucu.
Berangkatnya Gus Dur ke rofiqul a’la menjadi ayat dan
hikmah yang luar biasa. Yakni, terjalinnya silaturahim dengan keluarga,
murid dan pecinta beliau di seantero dunia… (Syarif Hidayatulloh Al Dadapani)
I Love u mbah Wali Gus Dur
Ila ruhi Mbah Wali Gus Dur wa zawjatihi wa
dzurriyahitihi wa furu’ihi wa silsilatihi wa muridihi wa muhibbihi ya
Allah… wa muhibbihi ya Allah … wa muhibbihi ya Allah… syaiun lillahi
lana wa lahumul Fatihah…
Shuniyya Ruhama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar